Saturday, July 26, 2008

Ayah, maafkan Dita

Ayah, maafkan Dita

Sepasang suami istri (seperti pasangan lain di kota2 besar meninggalkan
anak2 diasuh pembantu rumah tangga sewaktu bekerja).
Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun.
Ia sendirian di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk
bekerja
di dapur.

Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya,
ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai
tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari
marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya.
Ya...karena mobil itu berwarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi
anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari
macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih
ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri,
lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikuti imajinasinya. Kejadian
itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat
mobil
yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya.
Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan
siapa ini!!!..."

Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga
terkejut. Mukanya merah padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya.
Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan,
"Saya tidak tahu..tuan." "Kamu di rumah sepanjang hari,
apa saja yang kamu lakukan?" hardik si istri.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya.
Dengan penuh manja dia berkata "Dita yang membuat gambar itu
ayahhh..cantik
kan..!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.
Si ayah yang sudah kehilangan kesabaran mengambil sebatang ranting kecil
dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak
tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti
apa-apa menangis kesakitan, pedih
sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula
belakang tangan anaknya. Sedangkan si ibu cuma mendiamkan saja, seolah
merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.

Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup
lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil
luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil
menyiramnya
dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan
pedih saat luka2nya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan
anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu
rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan
si anak bengkak. Pembantu
rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak
si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan
waktu di kamar pembantu. Si ayah mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga
hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga
begitu, meski setiap hari bertanya pada pembantu rumah. "Dita demam,
Bu"...jawab si pembantu ringkas. Kasih minum Panadol saja," jawab
si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur, ia menjenguk kamar pembantunya.
Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi
pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan
tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa
ke klinik..Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya
si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik.
Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena
keadaannya sudah
serius. Setelah beberapa hari di rawat inap, dokter memanggil bapak dan
ibu anak itu. "Tidak ada pilihan..." kata dokter tersebut yang
mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu
parah dan infeksi akut... "Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan
nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata
dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata
itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yang dapat dikatakan lagi...

Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata
istrinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan
pembedahan.
Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak
menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut
kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu
rumah. Dia mengerutkan dahi
melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan
menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah..ibu.. Dita
tidak akan melakukannya lagi... Dita tidak mau lagi ayah pukul. Dita tidak
mau jahat lagi...Dita sayang ayah...sayang ibu.", katanya berulang
kali membuat si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang
Mbok Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat
wanita itu meraung histeris.

"Ayah...kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil? Dita janji tidak
akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?.. Bagaimana
caranya Dita mau bermain nanti?.. Dita janji tidak akan mencoret-coret
mobil lagi." katanya berulang-ulang.
Serasa hancur hati si ibu mendengar kata2 anaknya. Meraung-raung dia sekuat
hati namun apa yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi
sudah menjadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya
tanpa kedua
tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap
harus dipotong meski ia sudah meminta maaf.

Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran
batin sampai suatu saat sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan
ia wafat diiringi tangis penyesalan yang tak bertepi.

Namun...si anak dengan segala keterbatasannya dan kekurangannya tersebut
tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya...

"Sering dalam hidup kita bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu...dan
tanpa kita sadari tindakan itu dapat membawa penyesalan seumur hidup kita...
So...berpikirlah dahulu sebelum bertindak!!! "

Gmn kl anaknya menggambar di tangki motormu??

1 comment:

Anonymous said...

kok posting dobel2 tho mbak... lagi belajar bikin blog ya hihi... layoutnya pink lagi bertolak belakan dg jiwa mu.... -kiding-